Jeff melongo ketika tangannya merogoh kolong meja, dia menemukan sebatang coklat. Diperhatikannya sekitar kelas, yang datang baru Indra, Fifi dan Maia. Dari mereka bertiga, kira-kira siapa yang sudah menaruh coklat ini di kolong mejanya? Bikin orang ngiler aja. Apa orang itu sengaja menaruh coklat di kolong mejanya, karena dia tahu Jeff menyukai coklat dan sengaja membuat Jeff ingin makan.
Di kelas ini siapa sih yang tidak tahu semaniak apa Jeff sama coklat? Sehari tanpa coklat, buat Jeff, seperti cowok perokok tidak merokok, lidahnya terasa asam. Di tasnya minimal dua batang coklat Jeff menyimpannya sebagai bekal.
Dipandanginya lagi sebatang coklat bertabur kacang almond di tangannya, mungkin nggak kalau yang menaruh coklat ini salah tempat? Dia tidak merasa sedang ulang tahun, atau sudah memenangkan suatu pertandingan sampai ada yang memberinya hadiah coklat.
Tapi biarlah, siapa tahu ini memang sudah rezeqinya, kalaupun ada yang sudah salah taruh, tinggal diganti saja. toh harga coklat ini nggak mahal, banteran sepuluh ribu, paling dia hanya akan merasa gondok sudah memakan coklat orang lain karena mengira coklat itu untuknya.
“Lu kenapa, Jeff?” Zaza yang baru datang merasa heran melihat Jeff bengong sambil menimang-nimang coklat.
“Coklat ini punya siapa, Za?”
Zaza bengong mendengar pertanyaan yang dilontarkan Jeff. Kok, dia tanya coklat siapa? Kan satu-satunya makhluk yang gila coklat di kelas ini, malah mungkin di sekolah ini, cuma dia.
“Emang lu ngerasa beli coklat itu nggak?”
Jeff menggeleng.
“Coklat ini tahu-tahu ada di kolong meja.”
Zaza semakin heran. Coklat ajaib, tiba-tiba muncul di kolong meja. Dia terbang sendiri dari kantin sekolah lalu masuk ke kolong meja Jeff, hebat.
“Mungkin itu dari penggemar lu?”
Jeff membelalakkan mata. Mulutnya menganga lebar. Tidak salahkah kalimat yang dia dengar terlontar dari mulut Zaza? Penggemar? Maksudnya, ada cowok yang menyukai dia lalu menaruh coklat ini di kolong meja?
“Udahlah, makan aja, kalau emang ada yang tanyain ntar ganti, kan coklat begitu banyak di kantin.” Ujar Zaza seraya memasukkan tasnya ke kolong meja. “Lagian bukan salah lu kalau coklat itu lu makan, coklat itu kan adanya di kolong meja lu.”
“Emm… bagi dua yah.”
“Nggak mau kena sial sendiri makan coklat temuan?”
Jeff nyengir kuda. Dipotongnya coklat itu lalu dia berikan setengah pada teman sebangkunya.
Untuk hari ini penemuan coklat beres. Jeff sudah menghabiskan setengah batang coklat temuannya hanya dalam hitungan menit. Meski Zaza juga menyukai coklat tapi saat dia melihat sahabatnya bisa menghabiskan coklat dalam sekejap, Zaza merasa ngeri. Rasa manis dan gigi ngilu membayang di benaknya, dan ajaibnya Jeff nggak pernah mengeluh sakit gigi dan badannya pun nggak membengkak.
***
Kali ini Jeff cuma bisa nyengir saat tangannya lagi-lagi menemukan sebatang coklat di kolong mejanya. Ini sudah coklat yang ketiga sejak tiga hari belakangan ini. Memang sih dia merasa senang setiap hari mendapat coklat gratis, tapi dia penasaran juga pada orang yang sudah menaruh coklat di kolong mejanya. Benarkah orang itu penggemar rahasianya seperti yang dikatakan oleh Zaza? Lalu siapa kira-kira cowok yang diam-diam menjadi penggemarnya itu?
Apa mungkin Indra?
Hanya Indra yang sering dia lihat sudah muncul di kelas, setiap kali dia menemukan coklat itu. Tiga hari belakangan ini Indra memang rajin datang pagi. Pak Toto saja sampai memujinya saat melihat Indra sudah duduk manis di kursinya ketika pak Toto mengabsen. Mungkin saja dia datang pagi karena untuk menaruh coklat itu di kolong meja Jeff, tapi kenapa Indra nggak pernah ngomong apa-apa.
“Ada coklat lagi di kolong meja elu, Jeff?” tanya Zaza seraya dia meletakkan tasnya. Jeff hanya memberi jawaban dengan anggukan kepala.
“Jadi penasaran, siapa sih yang udah taro coklat tiap hari di meja gue?”
“Indra mungkin?”
Dahi Jeff berkerut.
Dipandanginya cowok yang sedang asik mengobrol di pojokan kelas, suaranya yang tidak pernah bisa pelan itu sampai terdengar ke kelas lain.
“Nggak mungkin deh kalau Indra.”
Jeff merasa sangsi, tapi Zaza sebaliknya.
Indra mungkin memang selalu iseng pada Jeff, tapi bisa saja dia punya sisi baik yang tidak terduga. Yah, misalkan saja diam-diam jadi penganggum rahasia sahabatnya ini, bukankah selama ini teman-temannya selalu menggosipkan Jeff dengan Indra? Indra sering jahil padanya karena menyukainya.
“Ndra!” Zaza akhirnya memanggil Indra.
“Apaan?”
Indra yang sedang duduk diatas meja lalu melompat turun dan dihampirinya Zaza.
“Mau coklat nggak?”
Indra mengerutkan dahi.
“Kan elu tahu, gue nggak suka coklat, kalau lu mau kasih coklat, kenapa nggak kasih ke temen sebangku lu itu aja?” Indra melirik Jeff.
“Dia udah kebanyakan makan coklat, gue nggak mau dia sakit gigi.”
“Ya, jangan kasih gue dong, Za, kasih ke yang lain kek.”
“Ya udah, kalau elu nggak mau biar gue bawa balik aja, biar gue kasih adek gue.”
“Ngapain elu beli coklat kalau nggak mau elu makan.”
“Ada yang ngasih coklat ini sama gue, diem-diem dia nyimpen coklat ini di kolong meja gue.” Zaza mencoba memancing.
“Oh… nggak aneh kalau elu punya penggemar, kalau temen lu itu yang punya penggemar baru gue bikin syukuran.”
Jeff langsung melotot.
Kata-kata Indra itu sangat menyebalkan, seolah Jeff cewek paling nggak laku di kelas ini. Meski Jeff jomblo tapi bukan berarti dia nggak laku, emang belum ada cowok yang berani mendekatinya, sepertinya mereka takut malam minggu babak belur di karate Jeff.
“Sebenarnya bukan gue yang dikasih coklat, tapi Jeff.” Zaza meralat. Mata Indra membelalak.
“Apa?! Si Jefri punya penggemar rahasia? Yang bener, Za!” suara Indra yang lebih kencang dari suara speaker masjid jelas saja mengundang pandang anak-anak lain.
“Bikin syukuran deh lu sana!” tukas Jeff kesal.
“Maksudnya, ada cowok yang demen ama elu dan ngasih coklat ke elu, sejak kapan?”
“Dari tiga hari yang lalu, tiap hari satu batang coklat ada di kolong meja gue.”
“Udah diselidiki?”
“Ini lagi gue selidiki, dodol!”
Dahi Indra berkerut, tapi lalu dia tertawa terbahak-bahak setelah mengerti maksud sahabatnya.
“Jadi elu lagi mulai nyari tahu dan nyangka gue yang ngasih coklat ke elu?” sekali lagi Indra tertawa. “Itu nggak mungkin lagi, Jeff, ngapain juga gue ngasih coklat buat elu diem-diem.” Jujur Indra. “Kalau emang gue niat kayaknya, gue nggak bakalan cuma ngasih sebatang deh, tapi satu pak sekalian biar elu puas.”
Benar juga yang dikatakan Indra, kalau memang dia berniat memberi Jeff coklat, kenapa nggak sekalian saja memberinya satu pak. Dulu saja sewaktu Jeff berhasil menjadi juara karate tingkat kabupaten, Indra menghadiahinya coklat satu pak.
“Kenapa elu curiganya sama gue?”
“Soalnya belakangan elu nggak pernah kesiangan.”
“Itu cuma kebetulan.” Indra mencibir.
Padahal asal Jeff tahu, dia sedang berusaha berubah dengan dimulai datang ke sekolah nggak kesiangan. Ini pun dia lakukan demi Jeff, sering kali dia diejek karena kalah gesit dan kalah jago dengan Jeff yang notabenenya anak cewek. Indra ingin bisa setingkat diatas Jeff atau setidaknya setara Jeff agar dia tidak lagi diejek gender mereka tertukar.
“Trus kira-kira siapa ya?”
“Mana gue tahu, emang selain gue, yang elu curigain siapa?”
“Setiap kali gue nemu coklat ini, cowok yang gue lihat ada di kelas cuma elu.”
“Jefri…, Jefri, elu kok nggak mikir sih, kalau emang tuh cowok secret admirer elu, nggak mungkin lah dia muncul waktu elu nemu tuh coklat, dia pasti sembunyi.”
“Yang ngira coklat ini dari secret admirer gue itu kan Zaza.”
“Ya udah, hari ini pulang sekolah kita selidiki sama-sama, kalau nggak ada mungkin dia simpen coklatnya pagi-pagi, kita pergok aja pagi-pagi.”
Jeff mengangguk-angguk patuh.
“Kok elu mau bantuin gue, Ndra?” tanyanya kemudian setelah dia sadar, hari ini tumben Indra baik.
Indra bingung setengah mati. Nggak mungkin kan dia bilang sama Jeff kalau dia juga penasaran sama si secret admirer itu, Indra jealous. Sejak mereka kecil cuma dia yang menjadi penggemar Jeff dan selalu setia di samping Jeff, meskipun Jeff nggak perlu pengawal, kenapa tiba-tiba jadi muncul si secret admirer itu?
***
Dari arah kantin, Zaza lari menghampiri Jeff sambil berteriak-teriak heboh, seperti dia sudah mendapat undian seratus juta. Wajahnya sumringah, padahal tadi dia sempet ngambek gara-gara Jeff ogah diajak ke kantin. Hari ini uang sakunya sudah menipis, jadi dia lebih memilih puasa saat istirahat.
“Jeff, gue dapet kabar bagus buat lu.”
“Kabar bagus apa?” Dahi Jeff berkerut.
Ah, paling kabar bagus yang dimiliki Zaza hanya berita tentang toko yang sedang menggelar diskon.
“Gue udah tahu, siapa yang udah simpen coklat di kolong meja elu.”
Kali ini mata Jeff membelalak terkejut. Jadi, kabar berita yang super bagus ini yang dibawa Zaza.
“Siapa?”Berbinar wajah Jeff.
“Milo.”
Zaza membisikkan sebuah nama di telinganya.
Sekali lagi Jeff tertegun. Milo? Astaga. Apa nggak salah denger telinganya? Jadi selama ini yang umpetin coklat di kolong mejanya itu, Milo?
Tak terbayangkan olehnya Milo diam-diam menjadi penggemar rahasianya. Si bintang sekolah itu…, cowok ganteng yang sama-sama karateka, satu-satunya lawan yang nggak bisa Jeff kalahkan. Jeff tiba-tiba speechless.
Pantas belakangan sikap Milo agak beda padanya. Dulu dia selalu memandang rendah Jeff karena menganggap cewek nggak pantas bersaing dengan cowok, sekarang malah lebih manis. Jeff tersenyum tersipu malu.
“Eh, Jefri! Ngapain lu senyum-senyum kayak orang gila gitu.”
Terkejut Jeff mendengar suara Indra yang tiba-tiba mengusik gendang telinganya, dengan kejam disikutnya perut Indra, sampai cowok itu mengaduh kesakitan.
“Berenti napa lu, manggil gue Jefri!?”
“Iya elu punya nama kembarannya Jefri gitu, Jeffrina, mending gue panggil Jefri sekalian biar singkat. Jadi nggak nti siang kita intai orang yang udah ngasih elu coklat?”
“Nggak perlu! Gue udah tahu siapa orangnya.”
“Elu udah tahu, emang siapa?”
“Elu pasti bakalan kaget deh, cowok itu Milo.”
Kalau dibilang kaget, jelas Indra kaget setengah mati.
“Milo?” belalak mata Indra. “Gimana ceritanya?”
“O, iya, Za, gimana elu bisa tahu kalo yang nyimpen coklat di meja gue Milo?”
“Jadi gini ceritanya, Jeff, waktu gue di kantin, nggak sengaja gue duduk deket Milo ama Tono, Milo tanya ke Tono, ‘Ton, elu udah kasih coklat itu ke dia?’ trus kata Tono, ‘beres, Mil, gue udah simpen coklat itu di kolong meja dia’ Milo kaget, katanya, kenapa juga si Tono simpen coklat itu di kolong meja? Kenapa nggak langsung dikasihin aja? Trus jawab Tono tahu nggak apa?” Zaza menatap Jeff dan Indra bergantian. Dan seperti orang bodoh mereka menggeleng berbarengan. “Tono bilang, ‘gue sengaja simpen coklat itu di kolong meja biar jadi surprise waktu nti lu muncul didepan dia dengan bunga dan coklat itu, dan siaplah elu buat nembak dia’.”
So, sweet…., ternyata Milo sedang memikirkan cara romantis untuk menembaknya. Si kutu buku itu diam-diam punya cara seru juga yah buat ngebantuin temennya? Jeffrina tersenyum malu.
***
Indra uring-uringan. Dia tidak bisa terima kalau harus bersaing dengan Milo. Bukan berarti Milo tidak selevel yang pantas menjadi saingannya dalam memperebutkan hati Jeffrina, tapi level Milo malah yang terlalu tinggi untuk menjadi saingannya. Milo ganteng, pinter, jago karate pula. Sedangkan dia? Tampang, ada yang bilang lumayan aja masih syukur, otak pas-pasan, boro-boro jago karate, jago panjat pager klo kesiangan sih iya. Nggak ada harapan setipis apapun untuknya mendapatkan hati Jeff.
Sudah bisa dipastikan Jeff akan memilih Milo, mereka sama-sama pelatih karate. Obrolan pun pasti akan jauh lebih menyenangkan, sekarang pun hati Jeff tampaknya sedang terbuai asmara. Wajah Jeff terlihat lebih cerah dari biasanya, itukah wajah perempuan yang sedang jatuh cinta? Jeff dan Milo memang cocok.
Sepertinya waktu tidak bisa menjadi jaminan seseorang untuk jatuh cinta, jika dibandingkan dengan Milo yang baru dikenal Jeff di SMA ini, kebersamaannya dengan Indra sudah tidak terhitung lagi berapa lama.
Dengan perasaan kesal Indra menendang krikil kecil yang berada didekat kakinya, saat ini Jeff sedang sibuk dengan ekskulnya, dia jadi nggak bisa pulang dengan Jeff. Pasti Jeff bakal diantar Milo.
Indra lalu menggusur kakinya, dengan perasaan kecewa setengah mati, melewati kelasnya yang seharusnya sudah kosong. Tapi…, sejenak dia tertegun ketika melihat seseorang tengah duduk di kursi Jeff. Dahi Indra mengerut heran, orang itu sedang apa? Jangan-jangan…
***
“Jeff, udah makan?” Jeff terperanjat mendengar suara bass Milo menyapanya. Seperti maling yang ketangkap basah, Jeff sampai menjatuhkan baju karate yang sedang dia rapikan. Sontak dia berbalik tapi lagi-lagi dia terkejut saat tubuhnya hampir menabrak tubuh menjulang Milo. “Sorry, aku ngagetin kamu yah?”
“Ah, eee… nggak…” Jeff jadi salah tingkah sendiri.
“Kamu udah makan?” Milo menatapnya lembut. Jeff sampai tertegun lalu dia hanya mengangguk. “Nih, aku bawa bekal, kamu makan aja, tapi pasti udah dingin.” Jeff masih bengong. Milo bawa bekal? Anak cowok bawa bekal? “Siang tadi aku sempat pulang, adik aku baru bisa masak dan dia pengen aku bawa ke sekolah, aku nggak bisa nolak.”
“Emm… makasih ya.” Ujarnya seraya menerima kotak makan itu. “Tapi aku kaget loh, Milo yang biasanya jutek, kok belakangan ini baik banget yah… ada apa sih?” Jeff mencoba memancing. Hatinya tak sabar menunggu Milo mengatakan ‘Cause I Love U’
“Jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta ya….” Jeff mengulur tali pancing makin dalam berharap dia mendapat jawaban iya dari Milo.
Dan ternyata cowok berbadan atletis itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum malu-malu. Jeff merasa jantungnya melompat ke tenggorokan. Ternyata Milo bisa malu juga, wajah Milo yang seperti ini yang membuat Jeff jadi tertarik. Oh, Tuhan… tinggal selangkah lagi dia akan mendengar, “Kamulah orang yang telah membuat aku jatuh cinta, maukah kamu jadi pacarku….”
“Jefri!” Jeff tersentak dan lamunannya pun membuyar.
Kenapa di gedung olahraga yang seharusnya hanya ada mereka berdua, malah ada suara gambreng yang sudah tidak asing ditelinganya?
Jeff lalu menoleh. Dan benar, Indra berdiri tidak jauh darinya. Jeff hanya bisa mendecak kesal, pengganggu satu ini emang menyebalkan. Kalau bukan karena sahabat dari kecil, Jeff merasa tangannya gatal ingin memukul Indra sampai terbang ke perairan Somalia, biar dia ditawan perompak Somalia.
“Lu harus ikut gue.” Tanpa menunggu jawaban, Indra sudah menggusur Jeff membawanya keluar dari gedung olah raga.
“Indra, apaan sih lu, gangguin gue aja!” Jeff merasa gondok. Bukannya dia mendengar pernyataan cinta Milo, malah digusur-gusur manusia nggak beradab ini.
“Kalau elu nggak cepet-cepet, orang itu bisa keburu pergi.”
“Orang itu siapa?”
“Secret Admirer elu itu bukan Milo, tapi orang lain dan sekarang dia lagi nunggu kita di kelas bareng Zaza.”
Nggak mungkin! Zaza masa ngasih informasi yang salah? Lalu emangnya siapa cowok yang sudah diam-diam menyembunyikan coklat itu untuknya. Jeff sama sekali tidak punya gambaran cowok yang kira-kira menjadi secret admirer-nya selain Milo, Indra sendiri nggak ngaku.
Jeff mengerutkan dahi saat mereka tiba dikelas, katanya si secret admirer itu menunggunya dikelas, tapi Jeff tidak melihat siapa-siapa selain Zaza dan seorang cewek yang tidak dikenalnya.
“Ndra, elu bilang tadi mau kenalin kita ama secret admirer Jeff, mana?” tagih Zaza.
“Ya itu, yang duduk di sebelah elu.”
Zaza dan Jeff membelalak kaget. Ditatapnya cewek manis berambut ekor kuda, yang sedang tertunduk menyembunyikan wajah pucatnya.
“Elu siapa yah?”
“Aku Arini, kak, aku murid baru di kelas satu.”
“Elu disuruh orang buat simpen coklat di kolong meja gue?”
Arini menggeleng pelan. “Aku yang udah simpen coklat-coklat itu disana, maaf kak, selama ini aku kira kakak cowok.”
Jeff semakin tidak mengerti dengan pengakuan Arini.
“Kok elu bisa ngira gue cowok?”
“Aku anak cewek yang kakak pernah selametin dari berandalan sekitar sebulan yang lalu, waktu itu aku kira kakak cowok yang punya muka cantik kayak tokoh di komik-komik, sejak itu aku suka sama kakak, trus seminggu yang lalu aku masuk sekolah ini dan lihat kakak lagi makan coklat di gedung olahraga, aku nggak nyangka bakal ketemu kakak lagi, aku seneng banget dan aku ingin berterima-kasih dengan memberi coklat itu.”
Jeffrina menarik nafas panjang.
Dia baru ingat dengan bocah perempuan yang pernah diselamatkannya sebulan yang lalu dari keisengan cowok-cowok berandalan. Jeff yang kesehariannya terbiasa memakai pakaian cowok, terlihat seperti cowok cantik oleh Arini. Ditambah lagi sebagian besar teman-temannya memang sudah tidak menganggapnya sebagai anak cewek lagi.
“Nama gue Jeffrina, dan gue cewek tulen.” Ujarnya seraya pergi.
“Jefri, elu mau kemana?”
“Gue udah bilang berapa kali, jangan panggil gue Jefri, nama gue JEFRINA!!!”
Rasa kecewa dan kesalnya berbaur menjadi satu, baru saja dia merasa senang punya secret admirer yang disangkanya cowok sekaliber Milo, ternyata orang itu cewek!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar