Dara duduk mematung sambil memandangi dirinya dari balik cermin. Kebaya warna jingga dan songket senada telah membalut tubuhnya, wajah ayunya telah dipoles dengan kosmetik oleh penata rias. Rambut panjangnya telah disanggul dan diberi hiasan beberapa kuntum bunga melati. Dara yang biasa tampil dengan balutan sederhana telah menjelma menjadi bidadari yang dari kahyangan.
Orang-orang yang melihat Dara, berdecak kagum dan merasa pangling dengan penampilannya. Bahkan Dara sendiri sempat tidak mengenali dirinya saat dia berkaca, Benarkah ini aku? Gumam Dara.
Betapa hebatnya efek dari perangkat kecantikan, benda yang beragam jenisnya itu mampu menyulap seorang wanita menjadi sangat cantik rupawan. Dia mampu menutupi noda jerawat yang menghitam, dan sempat meresahkan Dara, dengan sempurna.
Hari ini memang hari istimewa untuk Dara, di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh enam, keluarga Damar akan datang untuk melamarnya, sekaligus mereka akan bertunangan. Di hari ini juga, tanggal pernikahan akan ditentukan oleh dua keluarga.
Perempuan mana yang tidak akan merasa bahagia, ketika seorang pria menyatakan diri siap meminangnya? Setelah dua tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, Damar memantapkan hatinya untuk menjadikan Dara sebagai pendamping hidupnya, ibu bagi anak-anaknya kelak.
Karena Dara merupakan anak terakhir, bahkan untuk acara pertunangan pun disiapkan semaksimal mungkin. Ayahnya ingin melepaskan putri bungsunya dengan rangkaian acara yang mewah dan sakral. Beliau ingin pesta untuk putri kesayangannya berjalan dengan sempurna.
Handai taulan sekarang tengah berbahagia dengan berita menggembirakan ini, tetapi hati sang bidadari malah tengah muram. Dara gamang. Dia merasa belum siap menghadapi hari ini.
Damar memang laki-laki yang sangat baik, dia berasal dari keluarga terhormat. Bibit, bobot dan bebetnya jelas sudah tidak diragukan lagi. Selama menjadi kekasih Damar pun, Dara selalu dijaganya dengan baik. Damar memang sangat menghormati perempuan, baginya, kekasihnya sama seperti ibunya, yang harus dilindungi dan bukan untuk disakiti.
Dara merasa tersanjung dengan sikap Damar, zaman sekarang mencari pemuda seperti Damar tidaklah mudah. Tapi bagi Dara, Damar justru terlalu sempurna. Malah sering kali Dara merasa Damar sangat menyilaukan, Damar layaknya matahari dan Dara merasa tak pantas mendapatkan keindahan kemilaunya. Setelah apa yang terjadi pada dirinya.
***
“Kamu minta aku bertanggung jawab? Kamu nggak hamil kan?” tanya Galang enteng tanpa terbebani dosa secuilpun.
Seolah dia hanya menggores tangan Dara dengan luka kecil.
Apakah jika sudah terlanjur bersemayam janin di rahim Dara saja, Galang mau bertanggung jawab, lantas bagaimana dengan apa yang telah terjadi diantara mereka selama ini? Apa semua tidak berarti sama sekali.
“Aku memang tidak hamil, Lang, tapi….” Dara merasa tidak bisa mengungkapkan isi hatinya. Kekecewaannya. Kegundahannya.
“Aku sudah mengatakannya dari awal, diantara kita tidak pernah ada hubungan apa-apa, kita hanya teman dan kamu sudah menyepakati itu semua, lantas kenapa tiba-tiba kamu menuntut pertanggung-jawaban dariku?”
Memang benar, sejak awal Galang sudah pernah mengatakannya dengan jelas. Galang hanya mau hubungan diantara mereka sebatas pertemanan, dia tidak mau terbebani dengan komitmen apapun. Hubungan mereka memang berjalan dengan baik, Dara berusaha sebisa mungkin menekan perasaannya dan menganggap Galang hanya sebagai teman, meski hatinya memberontak dan mengharapkan Galang dapat dimiliki seutuhnya.
Semua berjalan dengan sempurna, Galang dapat menghapuskan dahaga yang selama ini mengeringkan hatinya. Galang hadir seperti oase dalam hidupnya. Dia bahkan dapat memberikan apapun, lebih dari yang bisa diberikan seorang teman.
Namun hanya dalam sekejap mata saja, semua hancur luluh lantak. Kehadiran seorang perempuan bernama Nadia, telah membuat Galang berpaling darinya. Nadia adalah mantan kekasih Galang, cintanya telah dia persembahkan seutuhnya untuk Nadia. Dan ketika perempuan itu kembali padanya, meski dia sudah tidak seperti dulu lagi, Galang tetap menerimanya.
“Setelah apa yang terjadi diantara kita, lantas sekarang kamu mau meninggalkan aku begitu saja?” Air mata mengambang dipelupuk mata Dara.
“Lalu apa maumu, Beib, kamu ingin kita menikah? Itu tidak mungkin. Kurasa kita sudah sama-sama dewasa, apa yang telah kita lakukan waktu itu atas dasar suka sama suka, lagipula aku juga tidak memaksa memintanya, kamu menyerahkannya dengan suka rela, jadi jangan salahkan aku, seharusnya salahkan dirimu sendiri.”
Butiran kristal bening itupun jatuh bergulir membasahi pipi Dara.
Serendah itukah Galang menghargai kehormatan seorang wanita? Dara benar-benar merasa terhina dengan ucapan Galang, bahkan lebih hina dari pelacur. Tapi Galang tidak salah, sebagai seorang wanita seharusnya Dara bisa menjaga kehormatannya, bukan menyerahkannya begitu saja atas nama cinta.
Cinta telah membutakan mata hatinya, mematahkan prinsip yang selama ini selalu dipegangnya. Demi cinta yang selalu diagung-agungkannya, dia berani menerobos garis batas.
Sekarang setelah cinta tidak dapat digapainya, Dara hanya dapat menyesali perbuatannya bodohnya. Menangis pun sudah tidak berguna lagi, toh tidak akan pernah mengubah pendirian Galang. Laki-laki itu tetap meninggalkan Dara yang telah tenggelam dalam Lumpur penyesalan yang melebur dengan kenistaan.
Dan Damar tidak pernah tahu, sampai sejauh mana hubungannya dengan Galang. Yang dia tahu, Dara patah hati oleh Galang. Lalu dia hadir menata kembali hati Dara yang sudah terlanjur berubah menjadi kepingan. Perlahan namun pasti, Damar mampu membuat Dara yang telah jatuh terpuruk, kembali bangkit.
Tapi selama ini Dara selalu merasa bersalah pada Damar, seperti kosmetik yang mampu menutupi noda jerawat di wajah Dara, dia telah menutupi kecacatan pada dirinya dengan topeng kesederhanaannya. Kini laki-laki yang telah berhasil ditipunya, akan melamarnya. Dara merasa tak sanggup untuk menerimanya, seumur hidup rasa bersalah itu akan menggelayuti hatinya jika dia tidak berterus-terang.
***
“Dara, kamu sudah siap, nak? Keluarga Damar sudah menunggu.” Tepukan halus dari tangan seorang ibu menyentakkan Dara, dan membuyarkan lamunannya. “Kamu cantik sekali, Sayang, Damar pasti akan semakin cinta padamu.”
Dara tidak menyahut. Kata-kata ibunya malah semakin membuatnya galau.
“Bu, boleh Dara bertemu mas Damar sebentar?”
“Loh, acara sudah akan dimulai, kalau kamu ingin bicara dengan Damar, nanti saja setelah acara selesai.”
“Tapi pembicaraan ini memang harus dilakukan sebelum acara dimulai, Bu, ini penting, Dara mohon, tolong Ibu panggilkan mas Damar.”
“Memangnya ada apa? Apa Ibu tidak boleh tahu?”
“Sekali lagi Dara memohon pada Ibu.”
Melihat wajah putrinya yang bersungguh-sungguh, Ibu Dara tidak dapat lagi menolak. Kemudian beliau keluar untuk memanggil Damar.
Dia harus segera berterus-terang sebelum semuanya terlambat. Jika memang hubungannya dengan Damar harus berakhir sampai disini, biarkanlah semuanya berakhir meski hati kecilnya tak ingin Dara kehilangan Damar.
Dari sekian laki-laki yang mendekatinya setelah perpisahannya dengan Galang, hanya Damar yang mampu membuatnya jatuh cinta kembali. Dunianya yang dulu kelam berubah berpelangi.
“Ada apa kamu memanggil mas kemari, Dara?” hanya selang dua menit, Damar muncul.
“Acara sudah akan dimulai, mereka semua sudah menunggu, memangnya apa yang ingin kamu bicarakan?”
“Ini penting, Mas, Dara mohon, Mas dengarkan Dara baik-baik.” Dara menyilahkan Damar duduk di kursi yang ada didepan kekasihnya.
Sejenak Dara menarik nafas panjang sebelum dia memulai pembicaraannya.
“Sebelum Dara mengatakan siap menerima lamaran Mas Damar, Dara ingin bertanya, apakah mas Damar bersedia menerima Dara apa-adanya?”
“Tentu saja Mas bersedia menerima kamu apa adanya, Dara, kamu meragukan ketulusan cinta Mas padamu?”
“Sekalipun Dara katakan pada Mas, bahwa Dara sesungguhnya sudah tidak perawan lagi, dan Dara telah menyerahkan kehormatan Dara tanpa paksaan sedikitpun.
Maafkan Dara, Mas, selama ini Dara tidak pernah jujur pada Mas, Dara sangat mencintai Mas Damar dan Dara takut kehilangan Mas Damar, tapi melihat ketulusan cinta Mas Damar dan bagaimana Mas Damar melindungi Dara sebagai perempuan yang Mas anggap masih suci, Dara merasa bersalah jika tidak segera berterus-terang.
Dara sangat berterima kasih jika Mas bersedia menerima Dara apa adanya dan seumur hidup Dara akan mengabdikan diri pada Mas, Dara akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Mas, akan tetapi jika Mas Damar ingin meninggalkan Dara, silahkan, Mas, Mas tahu jalan keluarnya dan pintu masih terbuka.”
Damar memejamkan mata sekejap, kemudian dia menarik nafas panjang.
“Mas sudah tahu, Dara.”
Dara yang semula mengira Damar akan terkejut dengan keterus-terangannya, malah berbalik dia yang terkejut dengan ucapan Damar. Seketika wajah Dara memucat, bibirnya pun menggeletar menahan malu.
“Mas sudah tahu?”
“Sekitar setengah tahun yang lalu, Galang pernah datang menemui Mas, dia menceritakan tentang hubunganmu dengannya yang pernah terjalin dulu, bahkan dia juga menceritakan tentang kesucianmu yang telah kau serahkan atas nama cinta, dan meminta Mas untuk memikirkan kembali rencana Mas yang ingin menikahimu, saat itu Mas sangat terkejut, Mas bingung dan ingin sekali menanyakan kebenarannya padamu.
Tetapi kemudian Mas urung menanyakannya karena Mas percaya kamu, dan meski kamu memang benar-benar melakukannya, dulu Mas pernah mengatakan padamu, Mas mencintaimu apa-adanya, dan itu bukan hanya ucapan di mulut belaka, itu tulus keluar dari hati Mas Damar. Mas mengerti mengapa dulu kamu melakukannya, cinta memang membungkam logika. Mas mengerti, karena Mas juga pernah merasakannya, Mas pernah tenggelam karena cinta, sebelum Mas bertemu kamu, Mas juga pernah jatuh cinta pada seorang perempuan, begitu memujanya Mas pada perempuan itu lantaran cinta, Mas sampai bunuh diri setelah ditinggalkan olehnya.
Meski akhirnya selamat dan seseorang menyadarkan Mas bahwa cinta tidak akan berakhir sampai disitu saja. Jika memang dia tidak bisa Mas miliki berarti dia bukan jodoh Mas, tapi sekarang Mas bersyukur telah berpisah dengannya, karena ternyata perempuan itu tidak sebaik yang Mas kira dan karena berpisah darinya membuat Mas bertemu denganmu.”
Bulir kristal bening mengaliri pipi Dara, rasa haru menyelimuti hatinya mendengar kesungguhan laki-laki ini. Damar bukan hanya laki-laki baik, tapi dia tak ubahnya seperti malaikat. Bahkan setelah Damar tahu mengenai kecacatan kekasihnya, dia tetap memperlakukan Dara sesuci bidadari.
“Kita semua punya masa lalu, Dara, tetapi alangkah lebih baik jika kita mengubur masa lalu itu, biarkanlah semua menjadi sejarah, karena yang berada di depan menanti kita adalah masa depan yang harus kita songsong.”
Dara menyulam senyum di bibirnya. Ketika Damar mengulurkan tangan, tak ragu lagi kini Dara menyambut uluran itu. Didalam hati Dara pun berjanji akan menjaga kesucian cinta Damar dan akan mengabdikan dirinya pada Damar sebagai istri yang berbakti.
(Cat: cerita ini dibuat bukan untuk mendorong orang melakukan pergaulan bebas, tetapi hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa cinta yang dilandaskan karena seks bebas itu hanya semu dan tidak akan pernah berakhir baik, kubuat cerita ini happy ending karena aku suka akhir yang bahagia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar