Keisha memejamkan mata sejenak sambil menghela nafas berat ketika satu kalimat yang sesungguhnya tak ingin diucapkan hari ini benar-benar harus diucapkannya. Andai dia punya kuasa akan waktu, Keisha tak ingin hari ini hadir dalam hidupnya. Hari yang tak sanggup dilaluinya. Hari yang membuatnya harus menelan pil pahit kehidupan. Sebenarnya pil pahit itu telah dia telan sejak setahun yang lalu namun hari ini telah menjadi puncak dari segala-galanya.
Tapi dia bukanlah Tuhan, dia hanya manusia biasa. Dia tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan waktu atau mengalihkan hari ini menjadi hari milik orang lain. Dan Tuhan pulalah yang telah mengatur takdir cintanya. Cinta yang tidak akan mungkin sanggup untuk diraihnya.
“Kita berpisah sampai disini?”
“Iya, kita harus berpisah, perjalanan ini sudah tidak bisa kita lanjutkan lagi.” Aldy turut menghela nafas panjang.
Kembali Keisha memejamkan matanya, kali ini dilakukannya untuk menahan bulir-bulir Kristal bening yang hampir jatuh meleleh membasahi pipinya. Keisha tidak ingin menangis didepan Aldy, dia ingin nampak tegar didepan laki-laki yang dicintainya menjelang detik-detik perpisahannya.
“Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya, salahkah cinta yang hadir dihatiku ini?” Aldy terdiam. Ditatapnya Keisha dalam-dalam. Wajahnya begitu muram, semuram langit siang ini yang berhasil melenyapkan matahari yang beberapa saat tadi masih bertahta dengan angkuhnya menyinari bumi dengan sinarnya yang terik.
Cintakah gadis ini padanya? Dengan kesungguhan hatinya? Bukan karena harta dan tahta yang dimilikinya? Memang selama ini Aldy pun dapat merasakan cinta itu, kehadirannya begitu hangat menyelimuti hatinya, begitu murni. Tapi dia selalu berusaha menghindarinya dengan menganggap itu hanya sebuah kepalsuan, yang diinginkan Keisha bukanlah dirinya tapi kesuksesan yang telah dimilikinya. Perempuan mana yang mau mencintai laki-laki buruk rupa sepertinya kalau bukan karena harta yang dimilikinya, apalagi laki-laki yang dicintai Keisha bukan pria single tapi laki-laki yang telah beristri dan memiliki dua orang anak.
“Cinta memang tidak pernah salah, Kei, tapi kamu telah salah memilih orang yang kamu cintai mungkin karena cinta itu buta. Sekarang aku yang bertanya, apa yang kamu inginkan dari laki-laki buruk rupa sepertiku? Aku juga bukan pria single, aku sudah memiliki istri dan dua orang anak tapi kenapa kamu masih juga menyimpan cinta itu untukku?” Keisha menghela nafas panjang.
Lagi-lagi pertanyaan itu yang mampir ditelinganya. “Apa yang kamu harapkan dari laki-laki beristri itu? harta?” Aldy memang bukan pria tampan, tapi dia seorang pengusaha sukses. Perempuan mana yang tidak akan tergiur dengan kesuksesan yang dimilikinya. Dari Aldy yang hanya seorang penjual gorengan dan semua orang memandangnya sebelah mata kini dia telah bermetamorfosa menjadi seorang pengusaha kulit yang telah memiliki sebuah pabrik kulit yang – memproduksi barang jadi berbahan dasar kulit sapi – terkenal hingga keluar negeri.
Tapi meski Aldy seorang pengusaha kaya yang terbilang masih muda tapi yang diinginkan Keisha bukan harta dan tahta melainkan kemulian hati yang sulit dia temukan pada pria manapun. Aldy bukan laki-laki munafik, dia terbuka, jujur dan apa adanya, hal itulah yang membuat Keisha jatuh hati. Memang salah, karena Aldy sudah beristri dan memiliki dua orang anak, tapi Keisha tidak pernah dapat mendustai hatinya. Meski logikanya sering berontak tapi perasaan itu terus mengikatnya dengan kuat. Menyelimutinya dengan hangat.
“Didunia ini masih banyak laki-laki yang lebih pantas kamu cintai, Kei, yang juga dapat membalas cintamu dengan tulus. Aku yakin, orang itu akan menjadi orang yang paling beruntung karena dapat memilikmu seutuhnya. Kalau aku katakan aku tidak ingin berarti aku bohong tapi yang lebih tidak ingin kulakukan adalah menduakan kalian, karena jika kulakukan semua itu sama saja aku telah menyakiti perasaan ibuku.”
“Terima kasih, Mas, Mas sudah mengingatkan aku akan perasaan ibu dan membesarkan hatiku, aku juga tidak ingin menyakiti hati istri Mas Aldy, karena dia perempuan yang sangat baik, dia sudah aku anggap seperti kakakku sendiri, aku juga sangat menyayangi ibu, Ina dan Fani. Mereka sudah aku anggap seperti keluargaku. Satu hal yang ingin aku katakan, bukan Mas Aldy yang tidak pantas untukku tapi aku yang tidak pantas untuk Mas, karena aku hanya perempuan bodoh yang telah lancang memasuki kehidupan orang lain dan mengharapkan cinta yang tak seharusnya aku harapkan. Dari awal aku sudah tahu Mas Aldy laki-laki beristri seharusnya dari sejak itu juga aku melenyapkan cinta itu tapi aku malah bersikap kurang ajar dengan membiarkan perasaan itu tumbuh dihatiku. Aku harap Mas mau memaafkan aku.”
“Jangan berpendapat seperti itu, Kei, kamu tidak salah, takdir cinta seperti takdir kehidupan ataupun kematian, kita tidak pernah tahu kapan dia akan datang? Pada siapa cinta itu akan menyapa? Dan dihati mana dia akan bersemayam. Cinta datang dan pergi sesuka hatinya, jadi jangan pernah kamu salahkan dirimu. Ini hanya masalah waktu, cepat atau lambat kamu juga akan menghilangkan perasaan dan mengalihkannya pada laki-laki lain.”
Keisha berusaha mengukir senyum dibibirnya, meski sulit tapi dia tetap ingin melakukannya. Karena dia ingin memberikan kenangan sebuah senyum yang indah sebelum dia benar-benar meninggalkan pria ini, dia tidak ingin wajah terakhir yang dilihat Aldy hanya wajah yang penuh dengan uraian airmata. Perpisahan ini bukan akhir dari perjalanan hidupnya dan dia tidak ingin penyesalan memenuhi ruang hatinya.
***
“Kei, kamu sudah lebih baik?” Ibu Keisha menatap putri bungsunya yang nampak sudah lebih bisa menghadapi kenyataan yang mampir dalam hidupnya. Kemarin ini Keisha memang masih terlihat murung, semangat hidupnya seakan telah hilang seiring dengan perpisahannya dengan Aldy tapi sekarang Keisha terlihat sudah bisa bangkit lagi.
“Sudah, ma, mama tenang saja. Keisha akan menjadi perempuan yang tegar.” Ibu Keisha tersenyum. Akhirnya setelah seminggu senyum itu lenyap dari bibir putrinya, pagi ini beliau dapat melihatnya sekali lagi.
Ibu Keisha memang tidak pernah melarang Keisha berhubungan dengan Aldy, karena sepanjang pantauannya hubungan yang terjalin diantara mereka masih sebatas karyawan dengan atasan, walaupun beliau tahu ada cinta yang mengendap dihati Keisha. Tapi ibu Keisha tidak pernah melarang cinta itu, beliau hanya memberikan gambaran kenyataan yang akan dihadapinya jika dia tetap menumbuh-kembangkan cintanya.
Dan Keisha, putrinya, telah memilih apa yang seharusnya dia pilih. Ibu Keisha merasa lega meski beliau harus melihat putrinya menderita karena cinta. Karena beliau yakin penderitaan itu tidak akan berkepanjangan dan suatu hari nanti akan ada cinta baru yang kembali menyapa putrinya. Karena bunga yang mengembang paling akhir adalah bunga yang paling indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar